Mengapa Kepopuleran Mengalahkan Fakta?

Popularitas mengalahkan kebenaran
Popularitas di atas kebenaran


Pandangan umum mengatakan bahwa jika banyak orang mengatakan sesuatu berarti hal tersebut benar adanya. Sesuatu yang populer berarti benar walaupun tidak didukung oleh berbagai fakta, bukti, dan argumen yang kuat.

Contoh Umum Yang Sering Ditemui

Sebagai contoh, banyak orang mengklaim telah melihat UFO, oleh karena itu, UFO memang ada. Banyak orang sesaat sebelum mati mengatakan melihat malaikat, oleh karena itu, malaikat memang benar ada.

Banyak orang yang memiliki pengalaman out-of-body mengklaim telah bertemu sesosok yang disebut malaikat, dan tidak sedikit yang mengklaim telah melihat suatu tempat yang penuh cahaya yang kemudian ditafsirkan sebagai surga.

Oleh karena itu, malaikat dan surga itu memang benar ada. Banyak orang mengatakan mengklaim telah melihat makhluk halus yang disebut, entah hantu, setan, atau apapun namanya, oleh karena itu, makhluk-makhluk tersebut memang benar ada.

Banyak orang mengklaim dapat berkomunikasi dengan roh-roh orang yang telah mati, oleh karena itu, roh-roh itu memang benar ada. Banyak orang mengatakan bahwa mimpinya terjadi di dunia nyata berarti mimpi adalah sesuatu yang nyata dan berkaitan dengan dunia nyata.

Semakin Banyak Yang Percaya Semakin Benar

Sebagian besar orang mengatakan bahwa “jumlah menentukan kebenaran suatu hal”. Artinya, semakin banyak orang yang mengatakan atau mengklaim telah melihat atau mengalami sesuatu berarti hal itu benar adanya.

Ketika banyak orang mengatakan telah melihat hantu artinya hantu itu memang benar. Ketika banyak orang mengatakan telah melihat malaikat dan pergi ke surga berarti malaikat dan surga itu memang benar ada.

Ketika banyak orang mengatakan bahwa mimpinya berkaitan dengan dunia nyata berarti mimpi itu sesuatu yang nyata dan dapat terjadi di dunia nyata.

Sebagian besar orang memegang keyakinan bahwa sesuatu yang populer berarti benar adanya. Sesuatu yang banyak diklaim orang menentukan kebenaran hal tersebut.

Jadi Bisakah Dijadikan Dasar Kebenaran?

Apakah demikian? Apakah sesuatu yang populer serta-merta benar adanya? Apakah sesuatu yang banyak diklaim orang menjadi sesuatu yang benar? Apakah jika banyak orang mengatakan atau mengklaim suatu hal maka hal tersebut benar?

Saya akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mempertanyakan klaim-klaim tersebut. Apakah pikiran manusia tidak bisa salah? Apakah pikiran manusia tidak mudah mengalami apa yang dinamakan dengan self-deception?

Apakah manusia tidak cenderung mudah mengalami delusinasi? Bukankah manusia mungkin mengalami apa yang disebut dengan halusinasi?

Bukankah manusia perlu senantiasa memeriksa pikirannya sehingga memperoleh pemandangan dan pikiran yang lebih jernih dan cermat?

Jika banyak orang memang mengklaim bahwa malaikat dan surga itu ada, apakah dasarnya? Adakah bukti-bukti yang konkret?

Jika banyak orang memang mengklaim pernah melihat hantu atau bisa berkomunikasi dengan roh orang yang telah meninggal, apakah klaim tersebut didasarkan pada sesuatu yang nyata?

Apakah klaim tersebut telah diuji oleh ilmu pengetahuan dan didasarkan pada akal sehat manusia? Jika banyak orang memang mengklaim bahwa mimpi mereka dapat terwujud dalam dunia nyata, apakah hal tersebut didukung oleh berbagai bukti dan argumen yang relevan dan kuat?

Hanya Berdasarkan Pengalaman

Banyak orang mendukung pernyataan atau klaim mereka dengan mengatakan bahwa pengalaman mereka itu juga dialami oleh banyak orang lainnya, pada waktu dan tempat yang berbeda.

Apakah penjelasan tersebut cukup kuat dan masuk akal? Penjelasan seperti itu tidak cukup kuat walaupun masuk akal. Tidak cukup kuat karena sangat mungkin beberapa atau bahkan banyak orang mengalami kejadian yang serupa atau sama persis hanyalah kebetulan yang tidak dapat diduga.

Harus selalu diingat dan ditekankan bahwa “kebetulan” dalam hidup manusia menjadi salah satu aspek yang juga harus diperhatikan ketika menganalisis berbagai pengalaman atau klaim seseorang.

Semua pengalaman orang sangat bersifat subjektif. Artinya, dipengaruhi oleh perkembangan psikologis dan sosiologis orang yang mengalami hal tersebut.

Tentu, pengaruh psikologis dan sosiologis yang serupa sangat mungkin dialami oleh orang lain yang berada di tempat lain pada waktu yang berbeda ataupun sama. Namun, ini tetap tidak membuktikan bahwa klaim yang dinyatakan banyak orang sebagai sesuatu yang benar.

Setiap kali orang mengatakan atau mengklaim sesuatu yang “luar biasa”, seperti malaikat, surga-neraka, hantu, atau UFO maka orang yang menyatakan hal tersebut haruslah bisa mendukung klaimnya tersebut dengan berbagai bukti dan argumen yang relevan, kuat, dan masuk akal.

Pernyataan-pernyataan seperti: “saya melihatnya sendiri dan banyak orang juga melihatnya” atau “saya mengalaminya dan dialami banyak orang lainnya” atau bahkan “saya mendengar orang banyak mengatakannya” bukanlah bukti yang relevan.

Mengapa demikian? Karena otak manusia sangat mampu memberikan gambaran-gambaran tertentu yang tidak nyata akibat gangguan yang dialami, entah oleh jaringan syaraf otak, pengalaman kuat tertentu (menyenangkan, menyedihkan, ataupun menyakitkan), maupun dorongan yang begitu kuat untuk melihat atau mengalami atau mempercayai hal-hal tertentu.

Oleh karena itu, berpikir kritis dan bersikap skeptis sangatlah diperlukan ketika seseorang menganalisis sebuah masalah dan kenyataan yang terjadi dalam hidupnya.

Dengan demikian, selain mengawasi emosi seseorang yang seringkali mengakibatkan penafsiran menjadi kabur, maka mengawai pikiran seseorang juga menjadi sesuatu yang harus diperhatikan demi penafsiran yang jernih dan cermat. Jangan pernah menganggap remeh kemampuan otak manusia dalam menciptakan berbagai pikiran yang “hebat”!